Penelitian & Pengabdian MasyarakatTeknologi

Alat Buatan Mahasiswa Tel-U Ini Bisa Deteksi Korban Gempa di Reruntuhan



Bandung

Wilayah Kabupaten Bandung yang berada di cekungan Bandung dan sesar aktif, membuat wilayah ini rawan dengan bencana gempa bumi.

Beberapa petugas atau relawan kebencanaan terkadang mengalami kesusahaan saat melakukan pencarian korban. Apalagi korban yang tertimpa reruntuhan bangunan tembok.

Menjawab tantangan tersebut, Telkom University (Tel-U) menciptakan alat canggih baru yang bisa memudahkan kerja relawan kebencanaan. Alat tersebut merupakan sebuah sensor untuk mendeteksi korban tertimpa reruntuhan yang masih hidup.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Alat tersebut bernama Ralivide (Radar Live Victim Detector). Alat tersebut nantinya bisa memudahkan proses pencarian dan penyelamatan bagi korban tersebut.

Salah satu mahasiswa dan tim peneliti, Surya Sanjiwani (22) mengatakan, alat tersebut tercipta setelah adanya inspirasi deteksi pergerakan pernapasan. Kata dia, pergerakan pernapasan tersebut membuat adanya pergerakan di balik dinding.

“Jadi di balik dinding itu ada inovasi muncul. Nah inovasi itu muncul jadi deteksi korban hidup reruntuhan korban gempa,” ujar Surya, kepada detikJabar, saat pameran inovasi, di Kampus Tel-U, Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, Senin (2/12/2024).

Surya menjelaskan alat tersebut bisa mendeteksi korban gempa bumi yang masih hidup. Menurutnya korban gempa yang masih hidup terdapat gerakan dari setiap tarikan napas.

“Nah yang diukur itu dalam radar ini, adalah pergerakan kecil namanya doplem, pergerakan itu yang diukur apakah di bawah ada korban yang hidup di reruntuhan itu,” katanya.

Menurutnya pembuatan inovasi tersebut dilakukan selama satu tahun. Kemudian penelitian tersebut dilakukan tim peneliti yang dibantu oleh para dosen di Tel-U.

“Uji cobanya dalam bentuk laboratorium, belum sampai ke lapangan langsung. Kita modelkan dulu reruntuhan seperti apa, kita tes tidak ada korban, atau saat ada korban itu seperti apa. Mendeteksi kalau ada korban itu, hasil datanya itu berupa frasa dari radarnya dibaca sebagai pergerakan dari pernapasan manusia,” jelasnya.

Surya mengungkapkan jangkauan alat sensor tersebut mencapai dua meter ke dalam reruntuhan. Kata dia, alat tersebut memiliki daya dari aki yang dipasang di dalam alat tersebut.

“Penggunaannya itu dimulai dari kita nyalakan alatnya, kita scanning, terbidik dari titik itu ada delay sebesar 20 detik untuk repetasi visualisasi data. Jadi datanya itu akan ada hasilnya setiap 20 detik akan update,” ungkapnya.

Dia menginginkan alat sensor tersebut bisa digunakan untuk bencana longsor yang mayoritas adalah material tanah. Namun menurutnya sensor yang digunakan untuk tanah berbeda.

“Harusnya bisa (deteksi di dalam tanah longsor), tapi berbeda fokusnya. Kalau tanah ada konfigurasi lain, dibuat lagi. Jadi ini dispesifikasikan lagi untuk tembok, bata mebel,” kata Surya.

Surya menambahkan saat ini belum berkoordinasi dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di wilayah sekitar. Namun dirinya berharap alat tersebut bisa dikembangkan menjadi lebih baik.

“Dengan adanya inovasi ini ada perkembangan lebih lanjut. Kebetulan ada, dari upgradenya ke radarnya itu dibawa oleh drone. Nah untuk meminimalisir puing-puing saat kita jalan,” pungkasnya.

(yum/yum)

Source link

PuTI

https://it.telkomuniversity.ac.id

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button