Berdayakan Masyarakat Desa, Telkom University Asah Kreativitas Mahasiswa – TIMES Indonesia
TIMESINDONESIA, BANDUNG – Mungkin belum banyak universitas yang menggunakan pendekatan pembelajaran berupa aktivitas “terjun langsung” ke masyarakat seperti yang dilakukan oleh para mahasiswa Telkom University. Keberanian untuk menjalankan sesuatu yang out of the box membuat para mahasiswanya tertantang untuk mengoptimalkan ide yang dimiliki agar terimplementasikan dan bermanfaat bagi masyarakat.
Di era sekarang, mahasiswa memang tidak cukup hanya pintar. Untuk bisa melahirkan konsep pemikiran yang membumi harus bisa diterjemahkan dalam bentuk karya nyata yang langsung bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Inilah yang menjadi kunci pembelajaran para mahasiswa Telkom University untuk bisa mengewantahkan pemikiran-pemikirannya agar bisa diterima oleh masyarakat.
Arie Prasetio, S.Sos, M.Si (Foto: Dokumen pribadi)
“Urban Village ini adalah acara tahunan dimana para mahasiswa mengimplementasikan tugas dari mata kuliah.Jadi ada beberapa mata kuliah yang terintegrasi dengan tugas akhirnya. Mereka harus membuat kampanye sosial karena mata kuliahnya kan berhubungan dengan kampanye. Jadi ini realisasinya, bentuk implementasi nyata dari mahasiswa tentang tugas-tugas mata kuliah,”papar Arie Prasetio, S.Sos, M.Si dosen Ilmu Komunikasi, Telkom University.
Menurut Arie, mata kuliah tersebut ada dua semester. Semester pertama yaitu Idea Fest, event dari integrasi dua mata kuliah yakni Brand Activation dan IMC. Nah yang semester ini ada dua mata kuliah juga, yaitu Marketing Public Relation dan Event Management.
“Para mahasiswa ini melanjutkan proyek yang semester sebelumnya. Jadi proyek sebelumnya itu, mereka kan branding daerah, bikin konsep, kemudian event-nya adalah Idea Fest, lalu dikompetisikan idea-idea dari setiap kelas,” papar Arie.
Pada semester ini, idea-idea yang dikompetisikan tersebut direalisasikan dalam bentuk kampanye sosial yang lingkupnya tergantung dari bidang usaha yang mereka akan angkat ke permukaan. “Ada yang membahas mengenai gerabah, ulinan barudak, dan macam-macam tergantung daerah atau desa yang mereka branding. Daerah tersebut punya potensi apa? Nah, potensi daerah itu yang mereka branding,” ulas Arie.
Hal tersebut, kata Arie, merupakan salah satu bentuk realisasi kampanye yang didiskusikan oleh para mahasiswa berdasarkan tugas yang diberikan dosen. Ini baru tahap yang pertama. “Selanjutnya, ada tahap berupa main event dari Urban Village namanya, disana nanti mereka akan berlomba untuk memperlihatkan strategi, konsep dan sebagainya yang sudah mereka diskusikan, rangkum, dan sudah diimplementasikan, mereka akan lihat, apakah ada peningkatan, terkait misalnya awareness, potensi desa yang mereka branding, apakah ternyata tidak ada sama sekali peningkatan yang signifikan, kami para dosen akan menilai hal tersebut,” tutur Arie.
Berfoto bersama mahasiswa Telkom University dalam main event urban vilage 2019 (Foto: Dokumen pribadi)
Jadi, kata Arie, konsep dan strategi yang para mahasiswa terapkan apakah signifikan dengan desa yang akan mereka angkat branding-nya. “Karena ada juga beberapa desa seperti Urban Village lain sebelumnya, yang menolak untuk di-branding. Ada desa yang seperti itu. Karena dulu tema yang diusung adalah Kampung Adat, Kampung Naga. Mereka menolak karena tidak butuh branding karena memang sudah dikenal, sudah banyak turis yang masuk ke desa tersebut” ujar Arie.
Namun, lanjutnya, karena ini merupakan bagian dari tugas mata kuliah, akhirnya pihak kampus dan mahasiwa melakukan negosiasi dengan pihak desa. “Akhirnya mau di-branding lagi oleh mahasiswa. Ternyata, hasilnya signifikan dilihat dari follower, engagement dari instagram, signifikan naik. Jadi upaya dari mahasiswa ternyata membuahkan hasil,” paparnya.
Meskipun belum mendapatkan apa-apa, kata Arie, tetapi para mahasiswa ini memang sedang belajar. “Jadi untuk bikin strategi, kalau yang profesional kan, sudah punya jam terbang tinggi. Ini baru belajar, kita usahakan untuk implementasikan. Jangan di kelas aja belajarnya, langsung sama orang, sama pihak ketiga langsung,” ulas Arie.
Pasalnya, kata Arie, bisa jadi teori sama model di kelas yang diajarkan dosen tidak sesuai dengan realitas. “Ternyata mereka juga belajar, dan umumnya mahasiswa Telkom University itu kan dari perantauan. Jadi mereka senang dan bangga kalau bisa membuat event di sekitar Bandung,” ujar Arie.(*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Advertisement
Selengkapnya
Copyright 2014-2024 TIMES Indonesia. All Rights Reserved.
Page rendered in 1.463 seconds.
Running in Unknown Platform ❤️ TIAC