Menuju Indonesia Emas 2045: Tantangan Pendidikan Tinggi & Talenta Digital
Jakarta –
Waktu yang telah berlalu tak akan pernah kembali, waktu yang akan datang juga belum tentu milik kita. Yang kita miliki hanyalah waktu saat ini, karenanya saat inilah kita bisa memberikan kontribusi terbaik sekaligus merencanakan masa depan kita.
Seiring dengan pergantian kepemimpinan nasional, semua lapisan masyarakat berharap dapat mewujudkan Indonesia sebagai negara yang maju. Visi Indonesia Emas 2045 menargetkan Indonesia untuk menjadi negara maju dengan ekonomi yang kuat, masyarakat yang sejahtera, dan pembangunan yang merata.
Namun demikian, Indonesia saat ini masih dihadapkan pada sejumlah tantangan besar, di mana beberapa indikator penting perlu medapat perhatian. Target Produk Domestik Nasional (PDB) per kapita Indonesia pada tahun 2045 adalah US$ 30.000, sementara saat ini angkanya masih berada di sekitar US$ 5.000. Hal ini menunjukan perlu adanya peningkatan produktivitas dan inovasi untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, Indonesia juga menargetkan penurunan tingkat kemiskinan menjadi 0,5-0,8% dari angka saat ini, yaitu 9,03%. Berdasarkan data dari laman resmi World Bank, Gini Index Indonesia pada tahun 2021 berada di angka 36,1%. Nilai ini menunjukkan bahwa masih adanya ketimpangan yang cukup signifikan dalam distribusi pendapatan masyarakat Indonesia.
Pemerintah menargetkan penurunan rasio tersebut sebagai upaya mencapai pemerataan ekonomi dan mengurangi kesenjangan sosial. Langkah ini diperlukan untuk memastikan pemerataan kesejahteraan serta pengurangan kesenjangan ekonomi antar wilayah dan kelompok sosial.
Presiden Republik Indonesia (RI) periode 2024-2029, Bapak Prabowo Subianto, dalam beberapa kesempatan menyampaikan bahwa Indonesia perlu fokus pada swasembada pangan, ketahanan energi, dan hilirisasi. Untuk mewujudkan swasembada pangan, selain memperkuat riset dan inovasi yang relevan terkait pertanian dan pangan, penguatan melalui teknologi pun perlu dilakukan.
Terkait dengan ketahanan energi, kita harus mengurangi ketergantungan pada impor bahan bakar fosil dan memaksimalkan penggunaan Energi Baru Terbarukan (EBT). Sementara itu, hilirisasi bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya alam Indonesia dengan memproses bahan mentah menjadi produk setengah jadi atau jadi sebelum diekspor.
Penyebabnya, bukan hanya karena penjualan bahan mentah sangat rentan terhadap fluktuasi harga global, tetapi hilirisasi akan menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan negara, dan memperkuat daya saing industri.
Suatu negara maju memiliki kualitas SDM yang tinggi, yang mendukung inovasi, produktivitas, dan pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan. Keberhasilan swasembada pangan dan energi serta hilirisasi juga bergantung pada kualitas SDM.
Sehubungan dengan ini, perguruan tinggi memiliki peranan yang krusial dalam mencapai target-target tersebut. Oleh karena itu, program pendidikan dan pelatihan vokasional harus diperkuat agar para pekerja memiliki keterampilan yang relevan.
Peningkatan SDM di bidang teknologi, manufaktur, dan inovasi akan meningkatkan efisiensi dan produktivitas sektor hilirisasi. Dukungan kolaborasi antara industri, universitas, dan pemerintah menjadi sangat penting untuk menciptakan inovasi dan teknologi baru yang mampu mengolah bahan mentah dengan lebih efisien.
Universitas harus menjadi pusat inovasi dengan riset terapan yang mendukung peningkatan produksi dan ketahanan pangan, energi serta pengembangan industri berkelanjutan.
Untuk mewujudkan swasembada pangan, perguruan tinggi tak hanya membekali keterampilan bidang pertanian dan pangan, tetapi juga harus membekali mahasiswa dengan keterampilan di bidang teknologi dan digitalisasi, khususnya yang relevan dengan ketahanan pangan. Teknologi pertanian cerdas (smart farming) dan internet of things (IoT) dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas dalam produksi pangan.
Bahkan, smart distribution komoditas hasil pertanian juga dapat digunakan untuk mengelola rantai pasok komoditas pangan dengan menganalisis pola permintaan dan penawaran, sehingga mengurangi pemborosan dan meningkatkan efisiensi distribusi.
Terkait dengan kemandirian energi, Indonesia memiliki potensi besar, seperti sinar matahari menyinari sepanjang tahun, panas bumi (geothermal) yang pemanfaatannya masih di angka 11%, serta Indonesia juga menjadi produsen kelapa sawit terbesar di dunia. Pengembangan dalam pengelolaan tenaga surya dan panas bumi akan menjadi kunci dalam mewujudkan green energy untuk Indonesia. Lebih jauh, pengolahan kelapa sawit menjadi biodiesel dan bahan bakar ramah lingkungan lainnya memberikan nilai signifikan untuk EBT Indonesia.
Sejalan dengan ini, teknologi digital dan Artificial Intelligence (AI) dapat digunakan untuk menganalisis data produksi energi fosil maupun terbarukan, sehingga membantu dalam pengelolaan sumber daya dan perencanaan distribusi yang lebih baik. Ini penting bagi transisi Indonesia menuju EBT yang ramah lingkungan.
Teknologi digital pun dapat dimanfaatkan untuk membangun jaringan listrik pintar, dimana pemanfaatan IoT dan AI untuk memantau dan mengelola distribusi energi secara real-time akan membantu memaksimalkan efisiensi penggunaan energi dan mengurangi pemborosan.
Hilirisasi akan meningkatkan nilai tambah sumber daya alam sehingga menciptakan lapangan kerja baru dan mendongkrak ekonomi melalui ekspor produk bernilai tinggi. Sejalan dengan ini, teknologi otomasi dan robotik dapat digunakan untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi.
Hilirisasi juga perlu didukung oleh smart manufacturing, di mana teknologi digital seperti AI dan Big Data Analytics digunakan untuk mengoptimalkan proses produksi, pengelolaan bahan baku, serta distribusi produk hasil olahan. Hal ini menciptakan efisiensi dan meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar global.
Dalam proses hilirisasi, pemberdayaan masyarakat kecil juga dapat mendukung pengurangan ketimpangan sosial yang merupakan bagian dari kebijakan ekonomi inklusif pemerintah.
Selain keterampilan digital, setiap warga negara juga perlu memiliki gagasan yang berpihak pada keadilan sosial dan pengentasan kemiskinan agar pembangunan SDM dapat benar-benar menjadi bonus demografi yang bermanfaat bagi Indonesia. Keadilan sosial dan kesetaraan dalam akses pendidikan, kesehatan, dan peluang ekonomi adalah kunci untuk memastikan bahwa semua lapisan masyarakat berpartisipasi dalam pembangunan. Dengan keberpihakan pada rakyat kecil, bonus demografi dapat dioptimalkan, sehingga Indonesia dapat menghindari jebakan pendapatan menengah (middle income trap) dan bergerak menjadi negara maju yang inklusif dan adil.
Selamat menjalankan amanah bagi Presiden dan Wakil Presiden RI periode 2024-2029 beserta seluruh jajaran pemerintahan. Melalui berbagai program dan inisiatif ini, Indonesia memiliki peluang besar untuk keluar dari middle-income trap dan mencapai Visi Indonesia Emas 2045, di mana seluruh warga negara dapat menikmati kesejahteraan, kesetaraan, dan pembangunan yang berkelanjutan.
Adiwijaya, Rektor Telkom University
(ega/ega)