TeknologiTelkom UniversityUniversitas di Bandung

Petani Tak Perlu RIbet, Kini Ada Alat Pemantau Kesuburan Tanaman – detikcom

Teknologi seolah tak ada habisnya. Baru-baru ini, Telkom University (Tel-U) menciptakan alat canggih baru yang bisa memudahkan kerja petani.
Namanya ‘Si Soil’. Alat ini diciptakan oleh Tel-U yang fungsinya memantau kondisi kesuburan tanaman. Inovasi tersebut dibuat guna memberikan kemudahan bagi para petani dalam mengembangkan tanamannya.
Alat ini terintegrasi dengan aplikasi dan terhubung dengan Internet of Things. Alat tersebut mampu memberikan informasi terkait kandungan unsur hara tanah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ada pun unsur hara tanah yang dapat dilihat dengan ‘Si Soil’ ini adalah unsur Nitrogen (N), Fosfor (P), dan Kalium (K). Ketiga unsur ini biasa disebut dengan NPK. Selain dapat mengetahui unsur NPK, ‘Si Soil’ juga dapat memberikan informasi terkait derajat keasaman (pH), dan juga tingkat kelembaban tanah.
Rektor Tel-U, Adiwijaya mengatakan alat tersebut merupakan hasil riset Tel-U yang dibiayai langsung oleh Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP). Menurutnya alat tersebut menjadi alat ciptaannya yang ke tiga.
“Ini Si Soil, sistem informasi Soil, jadi untuk bagaimana alat pendeteksi unsur hara dan kondisi air di dalam tanah. Terutama digunakannya saat ujilab untuk tanaman kedelai. Lebih luas lagi kami ingin ini bisa bermanfaat untuk meningkatkan produktivitas pertanian,” ujar Adiwijaya, di Gedung Damar, Senin (11/9/2023).
Adiwijaya mengaku saat ini harus memiliki ketahanan pangan yang kuat. Hal tersebut sesuai arahan dari Presiden Republik Indonesia Joko Widodo.
“Ini salah satu alat, meskipun kita tidak memiliki jurusan pertanian, tapi ini adalah salah satu kontribusi positif dari Telkom University yang didukung LPDP dan diterapkan langsung di masyarakat di Kabupaten Karang Anyar,” katanya.
Pihaknya mengaku telah membuat alat tersebut selama tiga tahun. Alat itu pun kini sudah selesai dan diluncurkan.
“Ini sekitar 3 tahun, dari tahun 2021 sampai 2023 ini kita launching. Dengan pembiayaan sebesar Rp 4,4 miliar dari LPDP,” ucapnya.
Menurutnya saat ini alat tersebut masih diujicoba di Kabupaten Karanganyar. Kata dia, ke depannya bisa digunakan di daerah lainnya.
“Insyaallah nanti saya sudah minta ke tim peneliti untuk diimplementasikan di seluruh Indonesia,” bebernya.
Ketua Tim peneliti, Doan Perdana menjelaskan dalam teknis penggunaannya alat tersebut berbentuk portable. Kemudian petani bisa dengan mudahnya menancapkan alat tersebut ke dalam tanah.
“Kemudian akan memberikan informasi selama 30 detik, jadi kurang dari 1 menit. Itu sudah memberikan informasi secara realtime kandungan unsur hara, NPK, PH dan kelembaban tanah,” kata Doan.
Menurutnya selama ini petani kesulitan untuk mengetahui kandungan kesuburan tanah. Sebab harus menunggu ke analisis web dan dengan waktu dua minggu sampai satu bulan.
“Kami mengembangkan inovasi, ini bisa secara realtime mengetahui kandungan unsur hara dalam tanah. Bisa ditindaklanjuti,” tuturnya.
Alat tersebut juga bisa memberikan informasi secara realtime akan memberikan rekomendasi pemupukan. Sehingga pemupukan bisa lebih terjadwal.
“Kapan tanaman ini harus dipupuk, dan berapa dosisnya. Karena selama ini ketika kami roadshow ke beberapa petani, memang selama ini memberikan pupuk itu tidak tahu. Apakah harus hari ini dipupuk, atau besok dipupuk, dan berapa dosis atau kadarnya,” ucap Doan.
Doan mengungkapkan alat tersebut bernilai ekonomis dan murah. Meski begitu, alat tersebut telah dilengkapi dengan berbagai teknologi.
“Sudah ada harganya sekitar Rp 8 juta sampai Rp 10 juta. Itu dilengkapi data analitics, terkoneksi dengan IoT dan yang lainnya. Alat ini dari sisi power, batrenya juga lifetime 24 jam. Akan diiplementasikan di lahan yang terbuka. Jadi harus 24 jam, harus hidup terus alatnya,” bebernya.
Dia menambahkan saat ini alat tersebut telah diujicoba terhadap siklus tanaman kedelai. Hasilnya terdapat peningkatan produktivitas tanaman kedelai sendiri diangka 30 persen.
“Artinya dengan menggunakan alat ini dan tanpa alat ini sudah diuji peningkatan produktivitas tanamannya sendiri. Kemudian efisiensi dari pemupukannya sendiri. Jadi saat ini problem di petani pupuk makin mahal, meskipun ada pupuk subsidi dan organik. Petani itu melihat ini ada efisiensi pemberian pupuk,” pungkasnya.

source

PuTI

https://it.telkomuniversity.ac.id

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button