PendaftaranTelkom UniversityUniversitas di Bandung

Memperluas Akses Pendidikan Ala Kampus Korporasi – Validnews

logo
Selamat
Logo
twitter
facebook
instagram
youtube
Sabtu, 17 Februari 2024
01 Maret 2022
21:00 WIB
Penulis: Yoseph Krishna, Fitriana Monica Sari, Khairul Kahfi, Wiwie Heriyani,
Editor: Fin Harini
JAKARTA – Sudah memasuki tahun keempat Alif berkuliah di Sekolah Tinggi Teknik PLN (STT-PLN). Kini perguruan tinggi milik perusahaan BUMN itu bersalin nama menjadi Institut Teknologi PLN (IT-PLN). 
Alif yang mahasiswa semester akhir itu tengah sibuk mengikuti program magang di Kantor PLN wilayah Jakarta.
"Pingin kerja di PLN, biar jadi seperti ayah," kata pria muda berusia 22 tahun itu saat berbincang dengan Validnews, Senin (28/2).
Ya, alasannya memilih berkuliah di IT-PLN cukup sederhana. Dia ingin melanjutkan jejak sang ayah, berkarier di perusahaan milik negara di bidang kelistrikan itu.
Karenanya, berkuliah di IT-PLN memang menjadi pilihan pertama Alif. Dia tidak terpikir masuk perguruan tinggi mana pun, termasuk perguruan tinggi negeri bergengsi. Sedari SMA, dia mengaku sudah fokus mempelajari mata pelajaran IPA Fisika, terutama terkait materi listrik.
Trinanda Aditya (26) punya cerita senada. Ia sengaja memilih kuliah di Telkom University atau Tel-U karena ingin berkarier di perusahaan milik negara penggagas universitas itu, saat lulus. 
Sebelum mendaftar, dia sudah tertarik dengan Tel-U yang fokus ke bidang IT atau Teknologi Informasi. Trinandra mengaku tak terpikir jurusan lain. Berbagai perlombaan yang dimenangkan Tel-U membuatnya kian terpincut. 
"Dulu masuk lewat jalur rapor atau JPA (jalur seleksi non-tes dengan penilaian seleksi berdasarkan nilai rapor). Tapi abis dapat info masuk, harus bayar sekian juta buat uang pangkal dan lain-lain. Jadi istilahnya sudah dapat kampus sebelum lulus, enggak mikirin SNMPTN dan lainnya," ceritanya kepada Validnews, Kamis (24/2).
Setelah masuk kuliah, Trinanda mengaku semua yang didapatnya selama di Telkom University sesuai dengan bayangannya selama ini.
"Pas masuk alhamdulillah memang sesuai bayangan. Teman dan dosen mumpuni semua. Meskipun Jurusan Teknik gedungnya paling jadul dan ketinggalan, tapi dibanding universitas IT lainnya, Tel-U one of the best," ujar Trinanda, bangga.
Sesuai minatnya, Trinanda kini membangun karier di BUMN Telkom.
Program Kelas Karyawan
Memilih sekolah sesuai bidang yang diminati sudah jamak dilakukan. Namun, ada pilihan lain yang mendasari keputusan seseorang memilih kampus. 
Choirunnisa (26) misalnya. Saat ingin masuk jenjang S1 pilihannya jatuh ke Universitas Bakrie. Program kelas karyawan dengan reputasi bagus membuatnya memantapkan diri.
"Saya dulu lanjut dari D3 atau masuk lewat program ekstensi untuk komunikasi. Jam kuliahnya malam, SKS-nya cukup inklusif karena kuliahnya hampir tiap hari," ujar Choirunnisa kepada Validnews, Kamis (24/2).
Alasan lain, biaya pendidikan selama di Universitas Bakrie disebut Choirunnisa cukup terjangkau bagi karyawan. Beruntung, dia bisa menekuni kuliah dengan peroleh beasiswa.  
Selepas kuliah, Choirunnisa bekerja di bidang yang relevan dengan jurusannya, mass communication atau komunikasi massa. Ia merasa berhasil berkarier di salah satu perusahaan ternama, salah satunya disebabkan karena reputasi kampusnya.
Masih satu almamater, kepada Validnews, Kamis (24/2), Nasywa Makarim (25) justru mengatakan hal yang berbeda dengan Choirunnisa. Menurutnya, berkuliah di Universitas Bakrie membuatnya merogoh kocek cukup dalam. 
Walau terbilang mahal, wanita yang mengambil Jurusan maketing communications ini mengaku, kualitas pendidikan yang diterimanya, masih sepadan. Ada hal lain yang jadi nilai plus berkuliah di sana. Dia mengaku mendapat banyak koneksi dari perkuliahan yang dijalani.
"Kelebihannya ilmu dan koneksi. Dosen juga salah satu yang menjadi kelebihan, karena banyak di antaranya merupakan orang yang terjun langsung di lapangan," kata Nasywa.
Sama seperti Choirunnisa, Nasywa kini juga sudah bekerja di perusahaan yang diinginkan. Ia percaya hal itu berkat pilihannya pada universitas, jurusan yang relevan, dan tentu IPK yang bagus.

Universitas Milik Korporasi
Sejak beberapa tahun belakangan, semakin banyak korporasi yang masuk lini pendidikan. Tak sekadar memberikan bantuan bagi pengembangan pendidikan, baik perusahaan BUMN maupun swasta turun langsung mendirikan perguruan tinggi.
Hingga kini, tercatat ada beberapa perusahaan BUMN yang memiliki kampus. Yakni, Telkom, Pertamina, Pos Indonesia, PLN, Semen Indonesia Group, dan BRI. Banyak pula perusahaan swasta yang mendirikan kampus. Mulai dari Sampoerna, Bakrie Group, Lippo, Ciputra Group, hingga PT Kawasan Industri Jababeka Tbk.
Seolah tak mau kalah, perusahaan media juga merambah ke lini pendidikan. Di antaranya adalah Kompas Gramedia Group, Tempo, dan MNC.
PT Pertamina (Persero), memberikan alasan di balik itu. Idealnya, memberikan kontribusi lebih besar pada pendidikan Indonesia melalui penyelenggaraan pendidikan tinggi.
Pendirian Universitas Pertamina, sebut Sekretaris Universitas Pertamina, Robi Hervindo, juga sejalan dengan program corporate social responsibility (CSR) alias tanggung jawab sosial dan lingkungan yang dimilikinya perusahaan. 
Selama ini, fokus CSR Pertamina ada di empat pilar yaitu kesehatan, lingkungan, pemberdayaan masyarakat dan pendidikan. 
Pada 2015, sebutnya, ada visi baru untuk lebih meningkatkan fokus pada program-program pendidikan. Pasalnya, lulusan SMA dan sederajat sebagian besar diserap oleh PTS bukan PTN. Hal itu dikarenakan kapasitas PTN yang terbatas. Sementara, PTS yang tersedia belum bisa seluruhnya menyerap lulusan SMA/SMK. 
Kala itu, Pertamina dipimpin oleh Dwi Soetjipto, yang kini menjabat sebagai kepala SKK Migas, berpikiran lebih jauh.
"Nah, untuk membantu pengembangan pendidikan secara lebih luas lagi, supaya anak-anak lulusan SMA/SMK bisa mendapatkan pendidikan berkualitas, maka Pak Dwi (Soetjipto.red) menginisiasi pembangunan atau pembentukan Universitas Pertamina," terangnya kepada Validnews melalui sambungan telepon, Kamis (24/2).
Dikutip dari laman universitaspertamina.ac.id, Universitas Pertamina (UP) didirikan berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi No. 60/KPT/I/2016 yang diterbitkan pada 1 Februari 2016 tentang izin pendirian Universitas Pertamina. 
Sementara, peresmian universitas dilakukan pada 11 Februari 2016 oleh Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidkan Tinggi dan Direktur Utama PT Pertamina (Persero), yang didukung oleh Menteri BUMN dan Menteri ESDM.
Selain mendukung pendidikan, Robi menuturkan, Universitas Pertamina yang masuk ke dalam Pertamina Group, juga mendukung industri. Jadi, universitas berfokus pada bidang teknologi dan bisnis energi. Di perguruan tinggi ini ada enam fakultas dan 15 program studi strata 1. Program-programnya menyiapkan mahasiswa-mahasiswi itu menjadi terjun di bidang teknologi maupun bisnis energi. 
“Mereka disiapkan untuk bekerja perusahaan maupun sebagai enterpreneur-enterpreneur," kata Robi.
Menurut Robi, Pertamina mendukung kampusnya secara optimal. Ia memberikan contoh, mahasiswa bisa magang langsung di Pertamina. Kemudian, selain ada dosen ahli akademisi S2 dan S3, juga ada dosen praktisi dari industri energi. 
Dengan kata lain, pekerja-pekerja dari Pertamina yang mengajar sebagai dosen praktisi juga.
Namun, ia menegaskan bahwa Universitas Pertamina tidak menyediakan ikatan dinas alias jaminan lulusan bakal diterima kerja di Pertamina.  
Lulusan pertama Universitas Pertamina baru ada pada 2020. Berdasarkan tracer studi terakhir, hampir 60% sudah bekerja. Lalu, sekitar 30% lainnya berwirausaha. 
Sementara, kurang dari 10% melanjutkan ke jenjang lebih tinggi S2. Dari sebagian yang bekerja ada beberapa yang bekerja di Pertamina. 
“Tapi, grade number-nya berapa saya belum dapat datanya," ungkap Robi.
Soal biaya pendidikan, teranyar disebutkan bahwa  lewat seleksi nilai rapor periode I (Periode Oktober 2021) untuk Saintek, ada SPI (Sumbangan Pembangunan Institusi) mulai dari Rp20 juta. 
Sementara itu, SPP (Sumbangan Penyelenggaraan Pendidikan) sebesar Rp12,5 juta per semester, kecuali Teknik Geologi Rp13,5 juta per semester. Untuk Soshum, dikenakan biaya SPI mulai dari Rp20 juta, sementara SPP Rp10 juta per semester.
Untuk biaya pendidikan lewat seleksi nilai rapor periode II (Periode Januari 2022) untuk Saintek, SPI dimulai dari Rp22,5 juta dengan SPP sebesar Rp12,5 juta per semester, kecuali Teknik Geologi Rp13,5 juta per semester. Untuk Soshum, dikenakan biaya SPI mulai dari Rp22,5 juta, sementara SPP Rp10 juta per semester.

Universitas Milik Swasta
T
ak jauh berbeda dengan Universitas Pertamina, melansir situs resmi Universitas Bakrie, bakrie.ac.id, pendirian Universitas Bakrie disebut sebagai wujud komitmen Yayasan Pendidikan Bakrie untuk mendukung keunggulan sumber daya manusia (SDM) di Indonesia. 
Adapun, Universitas Bakrie merupakan hasil transformasi dari Sekolah Tinggi Manajemen Bakrie. Konversi tersebut disetujui berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 102/D/0/2009. 
Dari titik awal ini, Universitas Bakrie memulai kuliah perdananya pada tanggal 20 September 2010, yang ditetapkan sebagai Dies Natalis/Dies Universitas Bakrie.
Pada awal berdirinya pada tahun 2009, Universitas Bakrie memiliki lima program studi sarjana, yaitu Manajemen, Akuntansi, Ilmu Komunikasi, Sistem Informasi, dan Informatika. 
Saat ini, Universitas Bakrie memiliki berbagai program studi strata 1. Di antaranya Akuntansi, Pengelolaan, Kebijakan Publik, Ilmu Komunikasi, serta Hubungan Internasional di bawah naungan Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial (FEIS). 
Ada pula Informatika, Sistem Informasi, Teknik Industri, Teknik Sipil, Ilmu dan Teknologi Pangan, serta Teknik Lingkungan di bawah naungan Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer (FTIK).
Tak hanya itu saja, universitas juga menawarkan program lainnya, yaitu Magister Manajemen (S2), program ekstensi, dan program paralel.
Masih dari situs resminya, Universitas Bakrie kembali mendapatkan pengakuan dari Times Higher Education yang menempatkan Universitas Bakrie sebagai salah satu dari 17 universitas di dunia.  
Hingga saat ini, Universitas Bakrie telah mencetak 3.080 alumni, 3.482 student body, 227 mitra, dan 12 program studi.
Kelompok Usaha Bakrie memberikan dukungan secara penuh keberadaan Universitas Bakrie, sebagai bagian dari kegiatan CSR mereka dalam beragam bentukm termasuk beasiswa.   
Pertimbangan Biaya
Soal perusahaan yang mendirikan kampus, Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Nadia Fairuza menilainya sebagai hal positif. PTS ini memperluas aksesibilitas masyarakat untuk masuk perguruan tinggi. 
Pasalnya, menurut statistik pendidikan tahun 2020, jumlah perguruan tinggi negeri (PTN) di Indonesia lebih rendah dibanding perguruan tinggi swasta (PTS).
"PTN itu sangat sedikit sebenarnya ya, statistik pendidikan 2020 itu PTN kita cuman sekitar 122 atau 2,66% aja, sementara PTS itu kayak 66% gitu," kata Nadia yang berbincang dengan Validnews, Jumat (25/2).
Namun, ia juga melihat ada keterkaitan antara kepentingan bisnis dengan perhatian terhadap tingkat pendidikan masyarakat. Dijelaskannya, mendirikan kampus juga sebagai upaya korporasi untuk meningkatkan bisnis karena pendidikan itu adalah investasi jangka panjang. 
Dengan memiliki bibit unggul, perusahaan pasti mendapat manfaat. Di sisi lain, secara stimultan, juga membantu meningkatkan kualitas SDM.

“Setahu saya, mereka itu mendirikan kampus karena ingin meningkatkan sumber daya lulusannya juga, sehingga lulusannya tersebut bisa bekerja di perusahaan mereka," ujar Nadia.
Dirjen Pendidikan Tinggi Kemendikbud Nizam mengakui, tidak ada jembatan penghubung antara kebutuhan dunia kerja dan perguruan tinggi. Masing-masing berjalan sendiri. Perguruan tinggi dengan pelaksanaan tri dharma, sedangkan dunia kerja mengacu pada orientasi ekonomi. 
Karena itu, pemerintah berupaya membangun kolaborasi dengan dunia usaha, untuk mempertemukan kedua kubu. Salah satunya lewat program Merdeka Belajar. Adanya perguruan tinggi yang dibesut korporasi, melihat kekosongan ‘jembatan’ itu.
“Di sinilah kebijakan Merdeka Belajar: Kampus Merdeka mengambil peran menciptakan link and match dan menjadi mata rantai penghubung antara perguruan tinggi dengan kebutuhan dunia kerja,” papar Nizam pada Juni 2020 lalu.
Meski kebutuhan link and match itu diadopsi perguruan tinggi besutan korporasi, Nadia melihat, PTN masih sangat digandrungi oleh masyarakat Indonesia. Selain dianggap lebih bagus dan memiliki citra yang melekat, PTN menawarkan biaya pendidikan yang lebih ramah di kantong.
"Kalau PTN itu kan biaya kuliah disesuaikan sama penghasilan orang tua, kondisi ekonomi mereka, jadi itu kayaknya sangat amat menjadi daya tarik juga sih bagi masyarakat," jelasnya.
Menilik beberapa faktor itu, Nadia menyarankan agar kampus yang didirikan oleh perusahaan dapat memberikan beasiswa kepada mahasiswa. 
Dengan demikian, lebih luas lagi manfaat dirasa publik. Kedua belah pihak juga saling diuntungkan, atau sama-sama mendapatkan benefit.
"Pada saat ini, faktor penentunya adalah biaya. Karena masuk perguruan tinggi itu adalah privilege bagi masyarakat. Sangat amat sedikit masyarakat yang bisa mengenyam pendidikan tinggi dan main reason-nya adalah biaya itu tadi," imbuh Nadia.
Sebagai ‘penarik’ ia juga berpendapat agar perusahaan tak hanya fokus dengan menawarkan jaminan bekerja di perusahaan. Alangkah baiknya, juga menawarkan kurikulum yang berbeda dari perguruan tinggi negeri. Dengan demikian, masyarakat punya banyak opsi dan mau lebih melirik.
"Mereka bisa bikin kurikulum yang berbeda, unik, yang cocok dengan permintaan industri saat ini. Dengan adanya kurikulum tersebut, bisa meningkatkan daya tarik dan minat anak-anak lulusan SMA untuk masuk ke perguruan tinggi mereka," tutup Nadia. 

Bagikan ke:
Share on Facebook
Share on Twitter
Share on LinkedIn
Share on Whatsapp
Silahkan login untuk memberikan komentar

Login atau Daftar
Tentang kami
Redaksi
Pedoman Media Siber
Disclaimer
Privacy Policy
Kontak
©Validnews 2023 All rights reserved.

source

PuTI

https://it.telkomuniversity.ac.id

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button